Rabu, 21 Mei 2014

PAPUA BARAT YANG DIREBUTKAN INDONESIA DAN BELANDA

PAPUA BARAT YANG DIREBUTKAN INDONESIA DAN BELANDA


Akhir dari perebutan Pulau Papua Barat, tambang emas di Gunung Grasberg, jatuh ke tangan Perusahaan tambang miliki negara adi daya Amerika Serikat.(Jubi/ist)

Jayapura, 29/4 (Jubi) - Sejak awal proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, wilayah Irian Barat termasuk dalam wilayah Provinsi Maluku. Bagi pemerintah Indoensia penempatan ini sesuai dengan wilayah-wilayah bekas jajahan Belanda di Indonesia. Walau pun pemerintah Indonesia telah memasukan Irian Barat ke dalam wilayah Provinsi Maluku. Kenyataannya Belanda masih menguasai West Irian dengan nama Nederlands Nieuw Guinea. Bahkan Belanda menetapkan Nieuw Guinea sebagai wilayahnya sejak 24 Agustus 1828.

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 meliputi wilayah bekas jajahan Nederlands Indie dari Sabang sampai Merauke. Itulah salah satu dasar yang menjadi alasan bagi para pejuang Republik Indonesia. Hanya Bung Hatta saja yang menolak untuk memasukan West Papua atau West Irian ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Komisaris Pemerintah Hindia Belanda AJ van Delden membacakan suatu proklamasi yang menyatakan atas nama dan untuk Sri Baginda Raja Nederland, Pangeran Oranje van Nassau, Hertog Agung Luxemburg, dan lain-lain, bagian daerah Nieuw Guinea serta daerah-daerah pedalaman mulai garis meridian 140 derajat sebelah Timur Greenwich di pantai selatan terus ke arah barat, barat daya dan utara sampai ke semenanjung Goede Hoop di pantai utara.

Terkecuali daerah Mansarai, Karondefer, Ambarpura dan Ambarpon yang dimiliki oleh Sultan Tidore dinyatakan sebagai milik Belanda. Bendera Belanda dikibarkan dan tembakan meriam sebanyak 21 kali, menandai tanda resminya Nieuw Guinea menjadi wilayah Nederland.(Sejarah Pemerintahan Provinsi Papua, Lembaga Riset Papua, 2014).

Selanjutnya The Liang Gie dalam bukunya berjudul Pertumbuhan Pemerintahan Propinsi Irian Barat dan Kemungkinan-kemungkinan Perkembangan Otonominya Dihari Kemudian menyebutkan pada 19 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menetapkan pembagian wilayah pemerintahan Negara Republik Indonesia.

Indonesia saat itu dibagi ke dalam delapan provinsi masing-masing dikepalai oleh seorang gubernur. Adapun ke delapan provinsi tersebut adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Borneo, Sulawesi, Sunda Kecil dan Maluku.

Wilayah Irian Barat termasuk dalam lingkungan Provinsi Maluku seperti halnya pada jaman Nederkands Indie, wilayah ini tergabung dalam Residentie Molukken. Jadi bagi pemerintah Indonesia, sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah mencakup wilayah Irian Barat.

Sebelumnya pada 1824 wilayah Irian Barat dimasukan pula sebagai bagian dari Keresidenan Ternate, dan dalam 1861 secara resmi atas persetujuan Sultan Tidore Ternate wilayah Irian Barat dimasukan sebagai salah satu wilayah jajahan Belanda, Nederlands Indie.

Usai Perang Dunia Kedua, pada 27 Desember 1949 Pemerintah Belanda mengeluarkan sebuah pernyataan yang memproklamasikan Provinsi Nederlands Nieuw Guinea. Kebijakan ini dibuat setelah Konfrensi Meja Bundar antara Belanda dan Indonesia. Keadaan ini memaksakan pemerintah Belanda mempercepat proses pemerintahan dan pembentukan partai-partai politik di Nederlands Nieuw Guinea. Pemerintah Belanda juga mengeluarkan sebuah pernyataan ;

Proklamasi

Bagi penduduk Nieuw Guinea, berdasarkan keputusan –keputusan yang ditetapkan dalam Konfrensi Meja Bundar. Maka kepada Republik Indonesia Serikat terjadi penyerahan kedaulatan dengan terkecuali yang disebut Resindetie Nieuw Guinea.

Sejak hari ini kamu semuanya adalah penduduk Gouvernement Niueuw Guinea, dalam hal ini pemerintahan umum diselenggarakan atas nama Ratu yang kita muliakan.

Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa kita mohon pemberkatannya atas tanah ini dan berdoa agar Dia melindungi kita di bawah Ratu Juliana boleh membawa kemakmuran dan kedamaian.

Hollandia, 27 Desember 1949
Pejabat Gubernur Nieuw Guinea
JPK van Eechoud

Berdasarkan proklamasi di atas, Irian Barat telah resmi menjadi bagian dari Belanda yang telah dibentuk sebagai Provinsi Nederlands Nieuw Guinea, di Samudera Pasifik Selatan. Perebutan wilayah Irian Barat antara Belanda dan Indonesia terus bergulir. Bagi pemerintah Indonesia yang disebut wilayah Indonesia adalah wilayah bekas jajahan Belanda termasuk Irian Barat.

Sedangkan bagi pemerintah Belanda, perlu menyiapkan hak penentuan nasib sendiri bagi orang-orang Papua bagi masa depannya. Paling tidak 1970 an masyarakat Papua sudah menentukan hak bagi kemerdekaan mereka dan tergabung dalam negara-negara di kawasan Pasifik Selatan.

Apalagi secara antropologi sesuai pendapat ahli Adolf Bastian dari Jerman kalau orang Papua masuk dalam wilayah-wilayah berkebudayaan Melanesia. Tak heran kalau pemerintah Belanda dan Asutralia berusaha agar ke depan ada unifikasi Papua New Guinea Australia dan Nederlands Nieuw Guinea sebagai negara “Papua New Guinea Bersatu.”

Pemerintah Belanda sendiri tengah membangun partai-partai politik dan mengadakan pemilihan anggota Nieuw Guinea Raad, April 1961. Selanjutnya pengibaran Bendera Bintang Kejora, lagu Hai Tanah ku Papua dan Lambang Negara Burung Mambruk.

Upaya pembentukan ini kemudian dijawab oleh Presiden Sukarno dengan mengeluarkan seruan Trikomando Rakyat pada 19 Desember 1961. Salah satu adalah seruan bubarkan negara Papua buatan Belanda. Benarkah negara Papua itu buatan Belanda atau negara itu lahir dari kesadaran orang Papua sendiri akan pentingnya sebuah negara bernama Papua Barat?

Pergolakan antara pro dan kontra Papua Merdeka hingga kini menjadi sebuah perdebatan antara NKRI harga mati atau Merdeka harga mati. Celakanya mereka-mereka yang dianggap penggangu pelaksanaan Pepera 1969 ditangkap dan dipenjara. Pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat(Pepera) 14 Juli 1969 sampai dengan 2 Agustus 1969 memerlukan suasana tenang dan tenteram.

Menurut buku terbitan Pemerintah Provinsi Irian Barat berjudul Pepera 1969 disebutkan terpaksalah para penggangu keamanan dan para pemimpinnya serta keamanan pribadi mereka harus diamankan oleh pihak aparat. Tindakan pengamanan mereka disusul dengan meneliti para tahanan, untuk menilai apakah mereka dihasut atau karena pengertian yang sesat.

Bahkan dua bulan sebelum pelaksanaan Pepera, pada 30 April 1969 terjadi pemberontakan di Enarotali wilayah Paniai. Terlibat sebanyak 120 anggota polisi putra Papua dengan persenjataan lengkap, dibantu puluhan ribu rakyat Paniai menentang pemerintah Indonesia. Mereka juga mendukung pelaksanaan Pepera atau Act of free choice yaitu pemilihan praktis yang dapat mewakili pikiran rakyat untuk menentukan kehendaknya. Sistem ini dalam dunia modern yaitu , “one man one vote atau satu orang satu suara.”

Bagi pemerintah Indonesia jelas tak mungkin melaksanakan sistem one man one vote, karena wilayah georgrafis yang sulit dan masalah transportasi. Wilayah Papua yang begitu luas dan tak mungkin bisa dilakukan sebaiknya perwakilan rakyat, “Stamhoulder.”

Berpuluh-puluh tahanan telah dilepas termasuk mantan Gubernur Irian Barat Pertama almarhum EJ Bonay, dan juga mahasiswa kembali mengikuti kuliah seperti biasanya. Apalagi pemerintah Indonesia telah berhasil memenangkan Pepera melalui 1025 anggota Dewan Musyawarah Pepera(DMP) yang dipilih mewakili sebanyak 815.904 penduduk Irian Barat.

Dolf Faidiban, mantan pamongpraja Papua dalam buku berjudul Bakti Pamongpraja Papua di Era Transisi Kekuasaan Belanda ke Indonesia menyebutkan peranan militer dalam pemerintahan sipil dan Act of Free Choice, semakin intensif, terutama dalam persiapan pelaksanaan New York Agreement di Provinsi Irian Barat.

Surat Rahasia Komandan Resort Militer XVII Merauke, Kolonel Blego Sumarto, Nomor: R-24/1969 perihal pengamanan Pepera, 8 Mei 1969 yang ditujukan kepada Bupati Merauke selaku anggota Muspida. Isi surat tersebut antara lain menyatakan, apabila pada masa pooling diperlukan adanya penggantian anggota Dewan Musyarawarah Pepera(DMP), penggantian harus dilakukan jauh sebelum musyawarah Pepera. Kesimpulan dari surat rahasia itu adalah Pepera harus secara mutlak kita menangkan, baik secara wajar atau secara tidak wajar.( Bakti Pamongpraja Papua di Era Transisi Kekuasaan Belanda ke Indonesia)

”Yah, PEPERA telah kita menangkan. PEPERA kini telah lewat dan telah menjadi bagian dari sejarah bangsa Indonesia yang patut ditulis dengan tinta emas,”kata mantan Pangdam XVII Trikora mendiang Brigjen TNI Sarwo Edhie Wibowo. Bukan hanya itu saja Presiden RI Kedua Soeharto juga menegaskan Provinsi Irian Barat adalah wilayah khusus.

“Wilayah khusus itu adalah masalah memajukan dan membangun daerah ini dari situasi terlepas dari penjajahan Belanda ke arah alam kemerdekaan sejak daerah ini secara nyata dan resmi dimasukan ke dalam lingkungan kekuasaan Republik Indonesia pada 1 Mei 1963,”tegas Presiden RI Kedua mendiang Jenderal Besar Soeharto.

Meskipun kebijakan UU Otsus maupun Otsus Plus terus didorong oleh pemerintah Indonesia melalui Gubernur Papua dan Papua Barat. Apabila masih saja ada praktek-praktek pasca kolonial, yang membuat diskriminasi dan menekan suatu kelompok tertentu di dalam negara merdeka. Tentunya ini akan memperkuat pernyataan mendiang Muridan tokoh penggagas Dialog Papua – Jakarta yang mengatakan kalau Pemerintah Indonesia gagal merebut hati orang Papua. (Jubi/dominggus a mampioper)

Tidak ada komentar: