PAPUA BARAT YANG DIREBUTKAN INDONESIA DAN BELANDA
Akhir dari perebutan Pulau Papua Barat, tambang emas di Gunung Grasberg, jatuh ke tangan Perusahaan tambang miliki negara adi daya Amerika Serikat.(Jubi/ist)
Jayapura, 29/4 (Jubi) - Sejak awal proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia 17 Agustus 1945, wilayah Irian Barat termasuk dalam wilayah
Provinsi Maluku. Bagi pemerintah Indoensia penempatan ini sesuai dengan
wilayah-wilayah bekas jajahan Belanda di Indonesia. Walau pun pemerintah Indonesia telah memasukan Irian Barat ke dalam
wilayah Provinsi Maluku. Kenyataannya Belanda masih menguasai West Irian
dengan nama Nederlands Nieuw Guinea. Bahkan Belanda menetapkan Nieuw
Guinea sebagai wilayahnya sejak 24 Agustus 1828.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945
meliputi wilayah bekas jajahan Nederlands Indie dari Sabang sampai
Merauke. Itulah salah satu dasar yang menjadi alasan bagi para pejuang
Republik Indonesia. Hanya Bung Hatta saja yang menolak untuk memasukan
West Papua atau West Irian ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Komisaris Pemerintah Hindia Belanda AJ van Delden membacakan suatu
proklamasi yang menyatakan atas nama dan untuk Sri Baginda Raja
Nederland, Pangeran Oranje van Nassau, Hertog Agung Luxemburg, dan
lain-lain, bagian daerah Nieuw Guinea serta daerah-daerah pedalaman
mulai garis meridian 140 derajat sebelah Timur Greenwich di pantai
selatan terus ke arah barat, barat daya dan utara sampai ke semenanjung
Goede Hoop di pantai utara.
Terkecuali daerah Mansarai, Karondefer, Ambarpura dan Ambarpon yang
dimiliki oleh Sultan Tidore dinyatakan sebagai milik Belanda. Bendera
Belanda dikibarkan dan tembakan meriam sebanyak 21 kali, menandai tanda
resminya Nieuw Guinea menjadi wilayah Nederland.(Sejarah Pemerintahan
Provinsi Papua, Lembaga Riset Papua, 2014).
Selanjutnya The Liang Gie dalam bukunya berjudul Pertumbuhan
Pemerintahan Propinsi Irian Barat dan Kemungkinan-kemungkinan
Perkembangan Otonominya Dihari Kemudian menyebutkan pada 19 Agustus
1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menetapkan pembagian
wilayah pemerintahan Negara Republik Indonesia.
Indonesia saat itu dibagi ke dalam delapan provinsi masing-masing
dikepalai oleh seorang gubernur. Adapun ke delapan provinsi tersebut
adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Borneo, Sulawesi,
Sunda Kecil dan Maluku.
Wilayah Irian Barat termasuk dalam lingkungan Provinsi Maluku seperti
halnya pada jaman Nederkands Indie, wilayah ini tergabung dalam
Residentie Molukken. Jadi bagi pemerintah Indonesia, sejak proklamasi 17
Agustus 1945 sudah mencakup wilayah Irian Barat.
Sebelumnya pada 1824 wilayah Irian Barat dimasukan pula sebagai
bagian dari Keresidenan Ternate, dan dalam 1861 secara resmi atas
persetujuan Sultan Tidore Ternate wilayah Irian Barat dimasukan sebagai
salah satu wilayah jajahan Belanda, Nederlands Indie.
Usai Perang Dunia Kedua, pada 27 Desember 1949 Pemerintah Belanda
mengeluarkan sebuah pernyataan yang memproklamasikan Provinsi Nederlands
Nieuw Guinea. Kebijakan ini dibuat setelah Konfrensi Meja Bundar antara
Belanda dan Indonesia. Keadaan ini memaksakan pemerintah Belanda
mempercepat proses pemerintahan dan pembentukan partai-partai politik di
Nederlands Nieuw Guinea. Pemerintah Belanda juga mengeluarkan sebuah
pernyataan ;
Proklamasi
Bagi penduduk Nieuw Guinea, berdasarkan keputusan –keputusan yang
ditetapkan dalam Konfrensi Meja Bundar. Maka kepada Republik Indonesia
Serikat terjadi penyerahan kedaulatan dengan terkecuali yang disebut
Resindetie Nieuw Guinea.
Sejak hari ini kamu semuanya adalah penduduk Gouvernement Niueuw Guinea, dalam hal ini pemerintahan umum diselenggarakan atas nama Ratu yang kita muliakan.
Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa kita mohon pemberkatannya atas tanah ini dan berdoa agar Dia melindungi kita di bawah Ratu Juliana boleh membawa kemakmuran dan kedamaian.
Hollandia, 27 Desember 1949
Pejabat Gubernur Nieuw Guinea
JPK van Eechoud
Pejabat Gubernur Nieuw Guinea
JPK van Eechoud
Berdasarkan proklamasi di atas, Irian Barat telah resmi menjadi
bagian dari Belanda yang telah dibentuk sebagai Provinsi Nederlands
Nieuw Guinea, di Samudera Pasifik Selatan. Perebutan wilayah Irian Barat
antara Belanda dan Indonesia terus bergulir. Bagi pemerintah Indonesia
yang disebut wilayah Indonesia adalah wilayah bekas jajahan Belanda
termasuk Irian Barat.
Sedangkan bagi pemerintah Belanda, perlu menyiapkan hak penentuan
nasib sendiri bagi orang-orang Papua bagi masa depannya. Paling tidak
1970 an masyarakat Papua sudah menentukan hak bagi kemerdekaan mereka
dan tergabung dalam negara-negara di kawasan Pasifik Selatan.
Apalagi secara antropologi sesuai pendapat ahli Adolf Bastian dari
Jerman kalau orang Papua masuk dalam wilayah-wilayah berkebudayaan
Melanesia. Tak heran kalau pemerintah Belanda dan Asutralia berusaha
agar ke depan ada unifikasi Papua New Guinea Australia dan Nederlands
Nieuw Guinea sebagai negara “Papua New Guinea Bersatu.”
Pemerintah Belanda sendiri tengah membangun partai-partai politik dan
mengadakan pemilihan anggota Nieuw Guinea Raad, April 1961. Selanjutnya
pengibaran Bendera Bintang Kejora, lagu Hai Tanah ku Papua dan Lambang
Negara Burung Mambruk.
Upaya pembentukan ini kemudian dijawab oleh Presiden Sukarno dengan
mengeluarkan seruan Trikomando Rakyat pada 19 Desember 1961. Salah satu
adalah seruan bubarkan negara Papua buatan Belanda. Benarkah negara
Papua itu buatan Belanda atau negara itu lahir dari kesadaran orang
Papua sendiri akan pentingnya sebuah negara bernama Papua Barat?
Pergolakan antara pro dan kontra Papua Merdeka hingga kini menjadi
sebuah perdebatan antara NKRI harga mati atau Merdeka harga mati.
Celakanya mereka-mereka yang dianggap penggangu pelaksanaan Pepera 1969
ditangkap dan dipenjara. Pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat(Pepera)
14 Juli 1969 sampai dengan 2 Agustus 1969 memerlukan suasana tenang dan
tenteram.
Menurut buku terbitan Pemerintah Provinsi Irian Barat berjudul Pepera
1969 disebutkan terpaksalah para penggangu keamanan dan para
pemimpinnya serta keamanan pribadi mereka harus diamankan oleh pihak
aparat. Tindakan pengamanan mereka disusul dengan meneliti para tahanan,
untuk menilai apakah mereka dihasut atau karena pengertian yang sesat.
Bahkan dua bulan sebelum pelaksanaan Pepera, pada 30 April 1969
terjadi pemberontakan di Enarotali wilayah Paniai. Terlibat sebanyak 120
anggota polisi putra Papua dengan persenjataan lengkap, dibantu puluhan
ribu rakyat Paniai menentang pemerintah Indonesia. Mereka juga
mendukung pelaksanaan Pepera atau Act of free choice yaitu pemilihan
praktis yang dapat mewakili pikiran rakyat untuk menentukan kehendaknya.
Sistem ini dalam dunia modern yaitu , “one man one vote atau satu orang
satu suara.”
Bagi pemerintah Indonesia jelas tak mungkin melaksanakan sistem one
man one vote, karena wilayah georgrafis yang sulit dan masalah
transportasi. Wilayah Papua yang begitu luas dan tak mungkin bisa
dilakukan sebaiknya perwakilan rakyat, “Stamhoulder.”
Berpuluh-puluh tahanan telah dilepas termasuk mantan Gubernur Irian
Barat Pertama almarhum EJ Bonay, dan juga mahasiswa kembali mengikuti
kuliah seperti biasanya. Apalagi pemerintah Indonesia telah berhasil
memenangkan Pepera melalui 1025 anggota Dewan Musyawarah Pepera(DMP)
yang dipilih mewakili sebanyak 815.904 penduduk Irian Barat.
Dolf Faidiban, mantan pamongpraja Papua dalam buku berjudul Bakti
Pamongpraja Papua di Era Transisi Kekuasaan Belanda ke Indonesia
menyebutkan peranan militer dalam pemerintahan sipil dan Act of Free
Choice, semakin intensif, terutama dalam persiapan pelaksanaan New York
Agreement di Provinsi Irian Barat.
Surat Rahasia Komandan Resort Militer XVII Merauke, Kolonel Blego
Sumarto, Nomor: R-24/1969 perihal pengamanan Pepera, 8 Mei 1969 yang
ditujukan kepada Bupati Merauke selaku anggota Muspida. Isi surat
tersebut antara lain menyatakan, apabila pada masa pooling diperlukan
adanya penggantian anggota Dewan Musyarawarah Pepera(DMP), penggantian
harus dilakukan jauh sebelum musyawarah Pepera. Kesimpulan dari surat
rahasia itu adalah Pepera harus secara mutlak kita menangkan, baik
secara wajar atau secara tidak wajar.( Bakti Pamongpraja Papua di Era
Transisi Kekuasaan Belanda ke Indonesia)
”Yah, PEPERA telah kita menangkan. PEPERA kini telah lewat dan telah
menjadi bagian dari sejarah bangsa Indonesia yang patut ditulis dengan
tinta emas,”kata mantan Pangdam XVII Trikora mendiang Brigjen TNI Sarwo
Edhie Wibowo. Bukan hanya itu saja Presiden RI Kedua Soeharto juga
menegaskan Provinsi Irian Barat adalah wilayah khusus.
“Wilayah khusus itu adalah masalah memajukan dan membangun daerah ini
dari situasi terlepas dari penjajahan Belanda ke arah alam kemerdekaan
sejak daerah ini secara nyata dan resmi dimasukan ke dalam lingkungan
kekuasaan Republik Indonesia pada 1 Mei 1963,”tegas Presiden RI Kedua
mendiang Jenderal Besar Soeharto.
Meskipun kebijakan UU Otsus maupun Otsus Plus terus didorong oleh
pemerintah Indonesia melalui Gubernur Papua dan Papua Barat. Apabila
masih saja ada praktek-praktek pasca kolonial, yang membuat diskriminasi
dan menekan suatu kelompok tertentu di dalam negara merdeka. Tentunya
ini akan memperkuat pernyataan mendiang Muridan tokoh penggagas Dialog
Papua – Jakarta yang mengatakan kalau Pemerintah Indonesia gagal merebut
hati orang Papua. (Jubi/dominggus a mampioper)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar