Minggu, 29 Juni 2014

KEBOHONGAN MENJADI PEGUASA BAGI KEJUJURAN



KEBOHONGAN MENJADI PEGUASA BAGI KEJUJURAN

Apakah mengenal Jujur ?

Sejak dahulu masih Kecil, sampai kini Dewasa, Ibu-Ku selalu berpesan dan mengingatkan “ Biar Hidup dalam Kesusahan jadi Orang harus Jujur dan dapat di Percaya demi diri sendiri, Nama baik Keluarga, dan juga Masyar akat pada umumnya”. Meman sudah menjalankannya, begitu banyak pertentangan tetapi selalu teringat Pesan yang penug Kasih – Sayang dari Ibu ini. Walaupun kadang menyusahkan dan merepotkannya.

Hari ini Selasa, 27 Mei 2014 seorang kawan mendekatku dan berkata untuk membimbangkan. Tolong jadi Orang jangan terlalu Jujur !! Mengapa …? Kalau terlalu Jujur hidupnya jadi susah nanti dan membahayakanhidupmu sendiri !! Sekejap tersentak penuh Tanya, diiringi senyuman kecut.
Meman, pada Jaman sekarang hidup dalam Kejujuran bias bikin susah dan merepotkan, tak heran banyak yang Alergi dengan Kejujuran ini !! Benarkah…? Pada hal Kejujuran adalah Mata Uang yang berlaku dimana – mana !!.

Kejujuran adalah akan diberkati oleh Para Malaikat dan juga oleh Yang Maha Kuasa !! Lalu apakah tidak Jujur itu tidak membuat Orang susah ? Yang terlihat, Benar tidak menyusahkan Orang !! Namun menyimpan begitu banyak Kesusahan yang tersembunyi dalam diri, akhirnya yang tampa disadari adalah menyusahkan diri sendiri !!

Akan tetapi Kejujuran dan Kebohongan selalu mengiringi dalam langkah – langkah Kehidupan Kepintaran yang didapatkan justru Membodohkan Pembodohan terus – menerus terjadi, Kepintaran tak dapat membuat Kearifan menjadi Tuan bagi Dirinya Sendiri !! “ Kebohongan menjadi Penguasa bagi Kejujuran “ !! Sungguh Kasihan Terombang – ambing di Samudra Kehidupan yang begitu Besar dan Panjang ini !! Tampa adanya Kesadaran pada Kebaikkan “ Terlalu Jujur saja menjadi hal yang Menakutkan dan Menyiksakan “ !!
           
Itulah Kisah Kesedihan Kejujuran Menindi Kebohongan dalam Kehidupan ini.


                                                                                                            Agomagapuyee, 27 Mei 2014

                                                                                                           
                                                                                                                 Goodide, Agapa Maby

Rabu, 25 Juni 2014

PARA PENCAKER YANG BUKAN BIDANG DARI PENDIDIKAN GURU MEMANFAATKAN FORMASI TENAGA GURU SEBAGAI PINTU MENJADI PNS



PARA PENCAKER YANG BUKAN BIDANG DARI PENDIDIKAN GURU MEMANFAATKAN FORMASI TENAGA GURU SEBAGAI PINTU MENJADI PNS (PEGAWAI NEGERI SIPIL).

Oleh: Herman Agapa, S.Ip         Rabu, 26 Juni 2014

Para pencari kerja banyak orang yang memanfaatkan formasi tenaga Guru sebagai Pintu Utama menjadi PNS dalam Formasi Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Tidak sedit orang yang sudah menjadi PNS melalui jalur Formasi Tenaga Guru, walaupun orangnya bukan tamatan dari Pendidikan Guru, karena mereka itu sudah memiliki Akta Mengajar. Sehingga Pemerintah tampa ada pertimbangan yang bakal terjadi di kemudian hari, dengan sangat mudah diangkat menjadi Tenaga Pengajar (Guru). 

Untuk memenuhi Tenaga Guru di setiap Sekolah, Pemerintah tampa ada pertimbangan merekrut orang-orang yang punyak Akta Mengajar sebagai Tenaga Pengajar (Guru) di Sekolah. Dalam merekrut Tenaga Guru ini dilakukan tampa ada pertimbangan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di kemudian hari. Pertimbangan kemungkinan yang jelas akan terjadi adalah ketika orang-orang itu menjadi PNS sangat tidak mungkin akan berada di Sekolah, pasti mereka akan pindah ke Kantor yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Kalau mereka sudah pindah ke Kantor, yang jelas Tenaga Pengajar (Guru) di Sekolah akan berkurang atau kekosongan Guru Bidang Studinya. Sehingga Peserta Didik tidak akan menerima Mata Pelajaran yang dipegangnya selama belum ada pengganti Guru baru yang sesuai dengan Bidang Mata Pelajaran yang ditinggalkannya.
Anggapan Pemerintah bahwa, sudah memenuhi kebutuhan Guru (Tenaga Pengajar) di setiap Sekolah, karena sudah banyak tenaga Guru yang diangkat sesuai dengan pemenuhan kebutuhan Guru masing-masing bidang mata pelajarannya. Tetapi Apakah Guru yang diangkat bukan latar belakang pendidikannya dari pendidikan Guru akan mampu melaksanakan tugasnya sebagai Guru (Tenaga Pengajar) di Sekolah dengan baik ?. Sungguh pertanyaan ini mengunggah pemikiran kita untuk lebih jauh memahami kondisi riill di dunia pendidikan. Karena pendidikan merupakan proses perkembangan dan pembentukan watak, peri laku/tingkah laku, dan moral para anak-anak sekolah yang di ajarkannya. Sehingga proses pendidikan dan pengajaran dari setiap Guru bidang studi harus berjalan terus – menerus sesuai dengan kebutuhan Peserta Didik dengan mengikuti perkembangan jaman. 

Kondisi riill menunjukkan bahwa, Tenaga Pengajar (Guru) yang bukan dari pendidikan Guru, tidak mengajar dengan  baik di sekolah. Para Guru yang seperti itu punya banyak alasan yang utamanya tidak mau mengajar. Karena meman mereka bukan dari pendidikan Guru, sehingga mereka tidak belajar tentang Metode Mengajar, cara membuat program mengajar, bagaimana cara untuk Membina, Mendidik, Melatih, dan Memotivasi Peserta Didik, serta mengerjakan Administrasi sekolah dan menyusun program kerja sekolah sangat sulit bagi mereka. Bisa dikatakan bahwa, yang semestinya dilakukan di sekolah selalu dan sangat bertolak belakang dengan latar belakang pendidikannya. 

Karena bertolak belakang dengan latar belakang pendidikannya, membuat Peserta Didik menjadi korban, sedikit ilmupun tidak peroleh darinya. Orang-orang ini tugas dan tanggung jawabnya sebagai Guru kadang tidak pernah dilaksanakan dengan baik, tugas yang diberikan kepadanya juga sering dialihkan kepada orang atau teman Guru yang lain. Sehingga bisa dikatakan aktivitas di sekolah kurang normal. Akibatnya Peserta Didik tidak akan berkembang selama orang-orang ini berada di sekolah.


By Agomagapuyee
Goodide

Jumat, 13 Juni 2014

PENDIDIKAN UNTUK MUTU SUMBER DAYA MANUSIA



PENDIDIKAN UNTUK MUTU SUMBER DAYA MANUSIA (SDM).

Agomagapuyee Jumat : 12 Juni 2014 Oleh Herman Agapa, S.Ip

Pengalaman dan Pengamatan selama 7 (Tujuh) tahun lebih dari Tahun 2007/2008 sampai tahun 2014/2015 menjadi Guru Bantu di SMP Negeri 1 Kamuu Utara – Distrik Kamuu Utara – Kabupaten Dogiyai, bahwa Animo yang berkembang di masyarakat mengindikasikan adanya kecenderungan orang tua untuk memasukkan anak-anaknya ke sekolah yang bermutu  sebagai upaya untuk membangun masa depan anaknya yang prospektif. Beranjak dari Anomo masyarakat itulah membuat Penulis meneliti dengan pertanyaan ”Bagaimana dapat mewujudkan sekolah bermutu ?”. pertanyaan inilah membuat Penulis mengambil Judul : Pendidikan Untuk Mutu Sumber Daya Manusia (SDM).
         
Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi sebuah bangsa. Karena perkembagan dan kemajuan suatu bangsa dapat diukur melalui tingkat kualitas pendidikan dan tingkat kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pendidikan merupakan salah satu kunci utama dalam memenuhi harapan-harapan tentang apa yang dapat dimiliki oleh Peserta Didik setelah keluar dari sekolah. Harapan itu sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh orang tua Peserta Didik, Pemerintah, Masyarakat, bahkan oleh Peserta Didik itu sendiri yaitu sejauh mana Output sekolah itu memiliki kemampuan Intelektual, Moral yang baik, dan Ketrampilan yang dapat berguna bagi diri sendiri, Keluarga, masyarakat dan juga pemerintah.
         
Untuk memenuhi harapan, orang tua dengan susah paya memasukkan anak-anaknya ke sekolah sebagai upaya untuk membangun masa depan anak yang prospektif. Berbagai upaya mereka lakukan agar harapan tersebut bisa terealisasi bahkan sejumlah biaya mereka siapkan manakala mereka harus memenuhi persyaratan finansialnya. Harapan orang tua agar anaknya masuk sekolah di sekolah yang bermutu, memperoleh Ilmu Pengetahuan dan Ketrampilan yang memadai. Sehingga ketika keluar dari sekolah mempunyai bekal yang cukup untuk mrngimplementasikannya.

          Profil sekolah bagaimanakah yang mendapat kepercayaan dari masyarakat member label sekolah bermutu ?. Untuk menjawab pertanyaan ini penjabarannya cukup kompleks. Disatu sisi ada sejumlah sekolah yang sudah memiliki label paten sebagai sekolah bermutu sehingga upaya untuk membangun Animo masyarakat relative tidak sulit. Namun disisi lain bagi Institusi sekolah yang sementara masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat, terkesan sangat rumit untuk bisa mendapatkan predikat sebagai sekolah bermutu.

          Secara sederhana untuk member label apakah suatu sekolah dikatakan bermutu atau tidak sebenarnya dapat dilihat dari Internal sekolahnya. Ujung tombak dari ketercapaian internal sekolah oleh suatu sekolah menuju sekolah yang bermutu terletak pada sejauh mana Pemberdayaan Guru, sejauh mana Guru termotivasi untuk semangat mengabdi, merasa nyaman didalam lingkungan sekolah dan kerjanya, demikian pula seberapa besar pengakuan atas Guru sebagai pribadi yang memiliki kemampuan yang luar biasa. Semua ini dapat dicapai melalui pendekatan yang lebih ”Manusiawi”. Hal ini berlaku bagi Peserta Didik dan Karyawan yang ada di sekolah.

          Sekolah bermutu adalah sekolah yang mampu mewujudkan Peserta Didik yang bermutu, yang sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional, yaitu Manusia yang cerdas, trampil, beriman dan bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki kepribadian yang baik. Target tersebut dapat dicapai oleh sekolah mana saja, bisa yang berada di kota maupun yang berada di daerah pinggiran kota bahkan di daerah terpencil.

          Sejauh mana pembenaan dan sistem pengendalian kedalam yang dilakukan oleh sekolah sangat menentukan pencapaian target yang dimaksud. Perioritas utama yang sebaiknya ditujuh dalam sistem pengendalian adalah factor manusia secara kelembagaan, dalam hal ini Tenaga Pendidik (Guru) dan Tenaga Kependidikan (Karyawan). Karena bagaimanapun juga tampa adanya Manusia yang andal akan disangsikan tingkat pencapaian keberhasilannya.

          Teraktualisasinya sebuah sistem kerja yang professional akan sangat menentukan arah yang jelas menuju sekolah yang bermutu. Ketika optimalisasi terhadap sumber daya yang dimiliki oleh suatu sekolah diberdayakan maka bukan sesuatu yang mustahil sekolah tersebut bisa memiliki internal sekolah yang Valuable (Bernilai). Adapun sumber daya yang paling utama untuk diberdayakan adalah Sumber Daya Manusia (SDM) : Guru (Tenaga Pengajar), Karyawan (TU), dan Peserta Didik.

          Kaitannya dengan pemberdayaan SDM seyogyanya harus diperhatikan segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat-sifat manusia, faktor kejiwaan, Kepuasan kerja, Kenyamanan kerja, Mativasi, Inovasi, Kreatifitas, Loyalitas, Kestabilan jiwa, Cooperative, Reward, Punishment, dan Optimisme. Optimism yang dimaksud adalah kesadaran bahwa setiap individu yang berada di dalam sekolah masing-masing memiliki potensi diri yang luar biasa. Setiap Guru adalah luar biasa, setiap Karyawan adalah luar biasa, demikian pula Peserta Didik sesungguhnya tidak ada yang bodoh, hanya ada foktor penyebabnya, yaitu (1). Metode pengajaran dari Guru yang keliru. (2). Terbatasnya waktu/jam mengajar. (3). Tinggi rendahnya prestasi yang diraih oleh Peserta Didik dikarenakan adanya perbedaan konsep diri, yaitu Anak yang prestasinya baik sangat dimungkinkan karena dia sudah menemukan konsep dirinya, sudah bisa menikmati nyamannya belajar, dan sudah bisa mengatur waktu belajar dengan baik. (4). Sebaliknya, anak yang prestasinya rendah dimungkinkan karena dia tidak menemukan konsep dirinya; sudah tidak bisa mengatur waktu belajar dengan baik.

          Untuk menemukan upaya pencapaian sekolah bermutu, sekaligus menjawab secara detail pertanyaan awal tulisan ini. Penulis merujukan pada pemikiran Edward Sallis, Sudarwan Damin (2006) mengidentifikasi Ciri-ciri sekolah bermutu, yaitu: (1). Sekolah berfokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal. (2). Sekolah berfokus pada upaya untuk mencegah masalah yang muncul, dengan Komitmen untuk bekerja secara benar dari awal. (3). Sekolah memiliki investasi pada sumber daya manusia (SDM)nya, sehingga terhindar dari berbagai ”Kerusakan Psikologis” yang sangat sulit memperbaikinya. (4). Sekolah memiliki strategi untuk mencapai Kualitas, baik di tingkat Pimpinan, Tenaga akademis, maupun Tenaga Administratifnya. (5). Sekolah mengelola atau memperlakukan keluhan sebagai umpan balik untuk mencapai kualitas dan memposisikan kesalahan sebagai Instrumen (Alat) untuk berbuat benar pada masa berikutnya. (6). Sekolah memiliki kebijakan dalam perencanaan untuk mencapai Kualitas, baik untuk jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang. (7). Sekolah mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua orang sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya. (8). Sekolah mendorong orang dipandang memiliki kreativitas, mampu menciptakan Kualitas dan meransang yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas. (9). Sekolah memperjelas peran dan tanggung jawab setiap orang, termasuk kejelasan arah kerja secara vertical dan horizontal. (10). Sekolah memiliki strategi dan criteria evaluasi yang jelas. (11). Sekolah memandang atau menempatkan kualitas yang telah dicapai sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut. (12). Sekolah memandang kualitas sebagai bagian integral dari budaya kerja. (13). Sekolah menempatkan peningkatan kualitas secara terus menerus sebagai suatu keharusan.

Agomagapuyee Jumat, 11 Juni 2014

By Herman Agapa, S.Ip

Selasa, 10 Juni 2014

PERKEMBANGAN BIOPSIKOLOGIS MANUSIA


PERKEMBANGAN BIOPSIKOLOGIS MANUSIA

Agomagapuyee Sabtu, 08 Juni 2014.
Oleh Herman Agapa, S.Ip

Dalam mempelajari Perkembangan Manusia dan makhluk-makhluk lain pada umumnya, kita harus membedakan dua hal yaitu Proses Perkembangan dan Proses Belajar. selain itu masih ada hal ketiga yang mempengaruhi Perkembangan Manusia yaitu Pembawaan atau Bakat.

Pematangan berarti Proses Pertumbuhan yang menyangkut penyempurnaan fungsi-fungsi tubuh sehingga mengakibatkan perubahan-perubahan dalam perilaku, terlepas ad atau tidak adanya proses belajar. Perubahan-perubahan perilaku karena proses pematangan ini dapat diperhitungkan dan diperkirakan sejak semula. Misalnya, kita dapat memperhitungkan Perkembangan seorang bayi yaitu mula-mula Ia dapat terlungkup, setelah itu merangkak, kemudian duduk, berdiri dan akhirnya berjalan. Perkembangan ini ditentukan oleh proses pematangan organ-organ tubuh dan terjadi pada setiap bayi normal sehingga kita dapat memperhitungkan sebelumnya.

Belajar berarti mengubah atau mempelajari perilaku melalui Latihan, Pengalaman, dan kontak dengan lingkungan, baik social maupun alam sekitarnya. Pada Manusia penting sekali belajar melalui kontak sosial agar   manusia dapat hidup dalam masyarakat dengan struktur Kebudayaan yang rumit. Ada perilaku yang ditentukan semata-mata oleh pematangan seperti halnya dengan berjalan, ada pula perilaku yang lebih dipengaruhi oleh proses belajar misalnya beremosi, tetapi kebanyakkan perilaku manusia ditentukan oleh keduanya, baik melalui proses pematangan maupun melalui proses belajar. kemampuan berbicara misalnya, ditentukan baik oleh proses pematangan maupun oleh proses belajar. seorang anak bias belajar bicara kalau organ-organ tubuhnya sudah matang untuk itu, sedangkan bahasa yang digunkan untuk berbicara didapatkannya dari Mendengar dan Meniru dari orang lain (Latihan, Belajar).

  Latihan yang diberikan sebelum taraf kematangan tertentu tercapai, tidak akan member hasil, atau paling banyak hanya akan memberkan hasil sementara. Misalnya, seorang anak yang belum matang untuk diajar membaca, tidak akan dapat diajari membaca. Latihan-latihan yang diberikan terlalu awal seperti itu, kalau gagal akan lebih mengecewakan anak yang bersangkutan. Anak yang dipaksa belajar membaca sedangkan Ia belum cukup matang untuk itu akan mengerahkan energinya lebih banyak dari pada semestinya, dan kalau gagal frustasinya lebih besar, disamping banyak energi terbuang percuma. Selanjutnya akan dijelaskan Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia di mulai dari Masa Kanak – Kanak, Masa Remaja, Masa Dewasa, dan di Masa Tua berikut ini.

I.              Masa Kanak – Kanak

Manusia dilahirkan dalam keadaan yang sepenuhnya tidak berdaya dan harus menggantungkan diri pada orang lain, terutama ibunya. Anak ini memerlukan waktu yang sangat lama, sebelum ia ledpas berdiri sendiri. Seekor ayam, brgitu menetas dari telurnya  bias mencari makan sendiri, anak itik dan bebek langsung bias berenang. Tetapi justru karena lamanya manusia harus tergantung pada orang lain, ia punya kesempatan paling banyak untuk mempersiapkan dirinya dalam perkembangannya sehingga pada akhirnya perkembangan manusia adalah yang tertinggi.

Karena manusia pertama-tama tergantung pada orang lain, maka penting sekali peranan orang tersebut terhadap perkembangan kepribadian anak. Anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tua kebanyakkan menjadi pemurung tidak semangat dan daya tangkapnya kurang baik. Karena itu perkembangan kecerdasannyapun terbelakang. Pengeruh orang tua dan lingkungan pada masa kanak-kanak ini tidak berhenti di masa kanak-kanak saja, tetapi berlangsung terus, kadang-kadang sampai seumur hidup, khususnya pengaruh yang berupa pengalaman-pengalaman yang menegangkan, menakutkan, menggoncangkan, membahayakan, membosankan dan lain-lainnya. pengaruh pengalaman masa kanak-kanak kadang tidak disengaja atau disadari oleh orang yang bersangkutan, karena semua itu disimpan dalam alam bawah sadarnya, tetapi dapat timbul dalam perilaku normal dan yang tidak dimengerti oleh pelakunya sendiri. Prinsip inilah yang kemudian oleh penganut-penganut Psikoanalisa dijadikan landasan teori untuk membongkar kembali pengalaman-pengalaman masa silam, yang tersimpan dalam alam bawah sadar yang pada waktu orang yang bersangkutan menjadi dewasa.

Pada usia dua atau tiga tahun seorang anak mulai melihat kemampuan-kemampuan tertentu pada dirinya. Sikap terhadap orang mulai berubah. Disatu pihak membutuhkan orang tua, dilain pihak keankuannya mulai tumbuh dan ingin mengikuti kehendak-kehendaknya sendiri. Ia sering membantah masa ini disebut sebagai masa negativistis yang pertama, masa negativisme kedua timbul pada usia 5 dan 6 tahun, pada saat anak mulai mengenal lingkungan yang lebih luas, yaitu teman-teman sekolah, anak-anak tetangga dan lingkungan social sekitarnya.

Pendapat orang tuanya sekarang bukan satu-satunya pendapat yang harus diturut, karena ia mulai mendengar pendapat-pendapat orang lain, yaitu teman-teman sekolah, gurunya, teman-teman tetangganya, dan teman-teman sekitarnya, yang kadang berbeda atau bertentangan dengan pendapat orang tuanya. Karena itu ia mulai lagi suka membanta dan tidak mau menuruti kata orang tuanya. Masa negativism kedua ini selalu ditandai dengan temper tantrum, yaitu perilaku mengamuk, menangis, menjerit, merusak, menyerang dan menyakiti dirinya sendiri, yang dilakukan apabila ada kehendak-kehendak yang tidak terpenuhi.

 Anak dalam perkembangan kepribadiannya selalu membutuhkan seorang tokoh identifikasi. Identifikasi berarti dorongan untuk menjadi identik (Sama) dengan seorang lain. Pada anak biasanya tokoh yang ingin disamai atau tokoh identifikasi adalah Ayah atau Ibunya. Dalam proses identifikasi ini, anak mengambil alih (biasanya dengan tidak disadari oleh anak itu sendiri), sikap-sikap, norma, nilai dan sebagainya dari tokoh identifikasi. Jadi dalam proses identifikasi anak tidak saja ingin menjadi identik secara lahiriah, tetapi terutama justru secara batin. Anak-anak dari keluarga yang terpecah-belah, atau anak-anak yang Yatim Piatu tidak mempunyai tokoh identifikasi tertentu, sehingga perkembangan kepribadiannya kurang sempurna, mudah terpengaruh, mudah terjerumus dalam kenakalan atau kejahatan. Untuk menghindari hal ini, sebaiknya anak-anak seperti itu diberi tokoh identifikasi pengganti enta dari Nenek, Paman, atau dari pengasuh panti asuhan. Selain orang tua, didalam rumah terdapat juga saudara-saudara (Kakak atau Adik). Pengaruh terpenting dari pergaulan dengan saudaranya adalah persaingan antar saudara, adalah wajar bila antara dua saudaranya atau lebih timbul rasa saling iri dan selalu mau berkompetisi. Anak yang lebih tua, yang semula jadi pusat perhatian orang tua dan memiliki seluruh kasih saying orang tua, sekarang harus membaginya dengan adiknya yang lahir kemudian.

Pada beberapa anak, hal ini bias menyebabkan regresi (kemunduran), misalnya anak itu kembali mengompol (yang tadinya sudah berhenti), jadi sakit-sakitan tidak dapat bicara lagi dan sebagainya. Karena itu, orang harus sangat bijaksana dalam menjaga hubungan antara saudara ini. Kalau perlu dorongan-dorongan Agresif yang ada harus disalurkan melalui permainan-permainan sehat, yaitu pertandingan, perlombaan, tarian, dan lain-lain.

Dalam hal hubungan antar saudara ini, ada beberapa kepribadian yang dapat timbul pada diri seorang anak karena adanya pengaruh-mempangaruhi antara saudara itu. Beberapa cirri kepribadian tersebut antara lain :
a.       Tanggung jawab: sering terdapat pada anak sulung.
b.       Mudah bergaul, bias menyenangkan orang lain : terdapat pada anak kedua atau ditengah.
c.        Manja: Pada anak bunggsu
d.       Aktif dalam kegiatan social: terdapat pada anak dari keluarga besar
e.       Teliti, hati-hati dan mudah menangkap sesuatu yang baru: juga dalam keluarga besar.
f.        Isolasi, hanya mau mengurus dirinya sendiri: pada anak dari keluarga yang terlalu besar, sehingga tidak cukup perhatian yang diberikan kepada masing-masing anak.
g.       Tak bertanggung jawab: juga pada keluarga yang terlalu besar.
h.       Sakit-sakitan: merupakan usaha anak untuk menarik perhatian orang tua karena orang tua terlalu banyak memperhatikan saudara-saudara yang lain.

Di Indonesia juga Negara-negara berkembang dimana fasilitas perumahan masih terbatas dan amsih dianut sistem keluarga besar (Keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu, anak-anak, Nenek, Paman, Keponakan, dll) dapat memberikan pengaruh positif atau negative terhadap perkembangan kepribadian anak. Disatu pihak, adanya orang-orang lain di rumah ini, menyebabkan rumah tidak pernah kosong meskipun ayah dan ibu sedang bekerja, dan anak-anak selalu mendapat perhatian dan perawatan cukup.

Pada anak penting juga kontak social di luar rumah, hubungan dengan kawan-kawan sebaya di luar sekolah lambat laun menghilangkan rasa malunya. Anak menjadi lebih berani dan belajar hidup dalam lingkungan dimana ia tidak menjadi pusat perhatian. Ia harus cukup berani mempertahankan haknya, sebaiknya ia juga harus mau mengakui hak orang lain. Ia pun harus bekerja sama dengan anak lain. Tingkah lakunya mulai diatur oleh norma-norma social, misalnya peraturan sekolah mengharuskan ia memakai seragam sekolahnya, ia harus berlaku formal dalam kelas dan sebagainya. Dalam masa ini mulai terasa otoritas orang tua berkurang. Terutama sekali diluar lingkungan sekolah dan diluar rumah, perlu sekali orang tua bersikap hati-hati, karena pengaruh pergaulan disini kurang bias dikontrol atau tidak ada pengawasan guru maupun orang tua.

II.            Masa Remaja

Masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran. Bukan saja kesukaran bagi individu yang bersangkutan, tetapi juga bagi orang tuanya, masyarakat bahkan seringkali pada pengajar (Guru) nya. Hal ini disebaban masa remaja merpakan masa transisi anatara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa transisi ini seringkali menghadapkan individu yang bersangkutan kepada situasi yang membingungkan, di satu pihak ia masih kanak-kanak, tetapi dilain pihak ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa. Situasi-situasi yang menimbulkan konflik seperti ini, seringkali menyebabkan perilaku-perilaku aneh, canggung dan kalau tidak control bisa menjadi kenakalan.

Dalam usahanya untuk mencari identitas dirinya sendiri, seorang remaja sering membantah orang tuanya karena ia mulai punya pendapat-pendapat sendiri, cita-cita serta nilai-nilai sendiri ynag berbeda dengan orang tuanya. Menurut pendapatnya orang tua tidak lagi dijadikan pegangan, sebaliknya, untuk berdiri sendiri ia belum cukup kuat, karena itu ia mudah terjerumus kedalam perkumpulan remaja dimana anggota-anggotanya adalah teman-teman sebaya yang mempunyai persoalan yang sama dan dalam perkumpulan-perkumpulan itu mereka bisa saling memberi dan mendapat dukungan mental. Kalau kelompok remaja itu berbuat sesuatu, harus dalam kelompok. Anggota-anggota kelompok macam itu jarang yang berani berbuat sesuatu secara perorangan.

 Perbedaan pendapat dan perbedaan nilai-nilai antara remaja dan orang tua menyebabkan remaja tidak selalu mau menurut pada orang tuanya. Karena itu masa remaja dikenal juga sebagai Masa Negativistis Ketiga. Persoalan lain yang mengganggu para remaja biasanya ditandai oleh kematangan seksual, dalam arti organ-organ seksualnya sudah dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengembangkan keturunan. Pada remaja Putri ditandai dengan Menstruasi yang pertama, sedangkan pada Pria mimpi basah.

Perubahan-perubahan sekunder juga terjadi, badan bertambah tinggi dan cepat. Pada anak pria suara membesar, timbul jakun dan otot-otot mulai tumbuh. Pada anak wanita buah dada dan pinggul membesar. Pada kedua jenis kelamin mulai tumbuh rambut pupis. Perkembangan yang cepat menuntut penyesuaian perilaku yang cepat pula. Tetapi umumnya penyesuaian perilaku tidak dapat mengikuti cepatnya pertumbuhan. Karena itu sering kita jumpai para remaja tingkah laukunya serba canggung, badannya sudah besar tetapi perbuatannya seperti anak kecil.

Dengan matangnya fungsi-fungsi seksual, maka timbul pula dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan untuk pemuasan seksual. Kebudayaan tidak mengizinkan hubungan seksual di luar perkawinan. Pada hal perkawinan menuntut syarat-syarat yang berat dan bisa terpenuhi setelah masa remaja berakhir. Karena itu para remaja mencari pemuasannya kepada khayalan, memba buku atau memutar film pornografi. Persoalan ini kurang Nampak pada masyarakat Desa yang perkawinan terjadi pada waktu individu-individu masih sangat muda, atau masyarakat yang sudah sangat maju dimana dibenarkan hubungan seksualnya sebelum pernikahan.

Menghadapi remaja, orang tua secara bijaksana harus sedikit mengontrol demi edikit melepaskan kontrolnya, agar anak tersebut benar-benar dapat berdiri sendiri kalau dewasa. Orang tua yang mau mempertahankan otoritasnya meskipun anak sudah dewasa, akan menghadapi kenyataan bahwa anak tersebut selamanya akan tetap tergantung pada orang tuanya, tidak pernah menjadi dewasa sepenuhnya dalam kepribadiannya.

Tingkat-tingkat perkembangan dalam masa remaja dapat dibagi denganberbagai cara. Salah satu pembagian yang dilakukan oleh Stolz adalah sebagai berikut :
a.       Masa Prapuber: satu atau dua tahun sebelum masa remaja yang sesunguhnya. Anak menjadi gemuk, pertumbuhan tinggi badan terhambat sementara.
b.       Masa Puber atau Masa Remaja: perubahan-perubahan sangat nyata dan cepat. Anak Wanita lebih cepat memasuki masa ini dari pada Pria. Masa ini lamanya berkisar antara 2,5 – 3,5 Tahun.
c.        Masa PostPuber: pertumbuhan yang cepat sudah berlalu, tetapi masa Nampak perubahan-perubahan tetap berlangsung pada beberapa bagian badan.
d.       Masa Akhir Puber: melanjutkan perkembangan sampai mencapai tanda-tanda kedewasaan.

Seluruh proses berlangsung selama 9 sampai 10 tahun. Pada anak-anak Wanita dimulai sebelum umur belasan tahun dan pada Pemuda diakhiri pada awal dua puluhan tahun. Jelas bahwa proses ini memakan waktu. Meskipun demikian, pada banyak bangsa atau suku bangsa, termasuk suku bangsa-suku bangsa yang ada di Papua bahkan Indonesia, seringkali diadakan upacara Inisiasi yaitu upacara yang mengantarkan seseorang dari alam kanak-kanak kedalam alam dewasa, seolah-olah kedua masa itu dibatasi oleh satu hari saja.

III.          Masa Dewasa

Tidak ada satu periodepun dalam perkembangan yang tidak ada problemnya, demikianlah pula dengan masa dewasa. Memasuki alam kedewasaan, seorang laki-laki harus mempersipkan diri untuk dapat hidup dan menghidupi keluarganya. Ia harus mulai bekerja untuk mencari nafkah dan membina karier. Kaum Wanita juga harus mempersiapkan diri untuk berumah tangga, menjadi istri, dan menjadi seorang ibu, dimana menuntut tanggung jawab untuk melakukan peran ini.

Didalam masyarakat pada umumnya, Pria dan wanita mempunyai peranan yang berbeda. Laki-laki mencari nafkah agresif dominan, sedangkan Wanita mengurusi rumah tangga, pasif dan lebih submisif. Tingkah lakunya pun berbeda, Pria lebih Kasar dan wanita lebih halus. Perbedaan itu ternyata tidak semata-mata disebabkan oleh factor-faktor biologis, tetapi lebih banyak ditentukan oleh factor kebudayaan. Penyelidikan-penyelidikan oleh Margareth Mead di Papua pada umumnya membuktikan bahwa dimana peranan Wanita dan Pria berbeda dibandingkan masyarakat lainnya. karena menjadi contoh yang nyata pada beberapa suku dibawah ini:
a.       Suku Arapesh: Pria dan Wanita berfungsi sama, dengan cirri perilaku Kewanitaannya (dalam ukuan masyarakat umum) lemah lembut, pasif, resesif dan lain-lainnya.
b.       Suku Mundugumor: Pria dan Wanita juga berfungsi dengan cirri perilaku Kejantanan, Kasar, agresif, dan seterusnya ynag dimasyarakat kita umumnya merupakan perilaku Pria.
c.        Suku Tchambuli: fungsi Pri dan Wanita berbeda, tetapi merupakan kebalikan dari pada kebudayaan umumnya. Wanitanya lebih agresif dan merekalah yang mengatur pekerjaan sehari-hari. Prianya lebih pasif, emosional, tugasnya menjaga anak-anak di rumah dan selalu tergantung pada istrinya. Bahkan kalau istrinya melahirkan, suaminyapun ikut sakit.

Dalam karier seseorang, biasanya terjadi saat-saat prestasi orang mencapai puncaknya, untuk kemudian prestasi itu mulai merosot lagi. Saat-saat yang paling produktif pada masa hidup seseorang adalah berbeda-beda, tergantung pada jenis pekerjaan dan individu yang bersangkutan. Pada pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan kekuatan, kecepatan dan kecermatan gerak (misalnya olah raga), Usia yang paling produktif adalah sekitar usia 30-40 tahun, hal mana masih tergantung pula pada lapangan pekerjaannya dan keadaan budayanya.

 Sesuai dengan kondisi kebudayaan dan lingkungan pula, maka pada beberapa orang tertentu baik Pria maupun Wanita terdapat gejala khusus pada waktu Usia 40 tahun tercapai atau terlewati. Pada beberapa Pria gejala itu Nampak seperti perilaku remaja kembali (senang bersolek, jatuh cinta lagi, pemarah, emosional) sehingga oleh orang awam Pria seperti ini dijuluki remaja kedua. Pada Wanita kelihatan depresi (murung) cepat marah biasanya diikuti perasaan cemas karena khawatir akan hilang Kasih Sayang anaknya yang mulai dewasa, Kasih Sayang Suami, dan kehilangan identitas Kewanitaan (menopause). Semua ini menunjukkan bahwa usia 40 tahunan, sering disebut usia pertengahan atau usia setengah baya merupakan krisis bagi sebagian orang dalam hidup. Akan tetapi, sebagaimana halnya dengan krisis, masa remaja, hanya satu dua orang saja yang tidak dapat melampaui dengan baik. Sebagian besar orang pada umumnya dapat mengatasi masalah-masalah pada periode krisis ini.
  
IV.           Masa Tua

Problem utama pada orang tua adalah rasa kesepian dan kesendirian. Mereka sudah biasa melewatkan hari-harinya dengan kesibukan-kesibukan pekerjaan yang sekaligus juga merupakan pegangan hidup dan dapat memberikan rasa aman dan rasa harga diri. Pada saat pension, hilanglah kesibukan, sekaligus mulai tidak diperlukan lagi. Bertepatan dengan itu, anak-anak mulai menikah dan meninggalkan rumah. Badan mulai lemah dan tidak memungkinkan untuk bepergian jauh. Sebagai akibatnya, semangat mulai menurun, mudah dihinggapi penyakit dan segera akan mengalami kemunduran-kemunduran mental. Hal ini disebabkan oleh mundurnya fungsi-fungsi otak, seperti sering lupa, daya kensentrasi berkurang, yang juga disebut kemunduran senile.

Karena umumnya pada waktu masa pension tiba, orang yang bersangkutan masih cukup kuat, maka harus diusahakan agar kesibukan-kesibukannya tidak terhenti dengan tiba-tiba. Beberapa cara untuk menghindari penghentian kegiatan secara mendadak antara lain:
a.       Memberikan masa bebas tugas sebelum pension.
b.       Memberikan pekerjaan yang lebih ringan sebelum pensiun.
c.         Mencari pekerjaan lain dalam masa pension.
d.       Melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat kegemaran dalam pension tersebut.


Agomagapuyee, 10 Juni 2014
By Agapa Herman