PENDIDIKAN UNTUK
MUTU SUMBER DAYA MANUSIA (SDM).
Agomagapuyee Jumat : 12 Juni 2014 Oleh Herman
Agapa, S.Ip
Pengalaman
dan Pengamatan selama 7 (Tujuh) tahun lebih dari Tahun 2007/2008 sampai tahun
2014/2015 menjadi Guru Bantu di SMP Negeri 1 Kamuu Utara – Distrik Kamuu Utara
– Kabupaten Dogiyai, bahwa Animo yang berkembang di masyarakat mengindikasikan
adanya kecenderungan orang tua untuk memasukkan anak-anaknya ke sekolah yang
bermutu sebagai upaya untuk membangun
masa depan anaknya yang prospektif. Beranjak dari Anomo masyarakat itulah
membuat Penulis meneliti dengan pertanyaan ”Bagaimana dapat mewujudkan sekolah
bermutu ?”. pertanyaan inilah membuat Penulis mengambil Judul : Pendidikan Untuk Mutu Sumber Daya Manusia (SDM).
Pendidikan
adalah hal yang sangat penting bagi sebuah bangsa. Karena perkembagan dan
kemajuan suatu bangsa dapat diukur melalui tingkat kualitas pendidikan dan
tingkat kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pendidikan merupakan salah satu
kunci utama dalam memenuhi harapan-harapan tentang apa yang dapat dimiliki oleh
Peserta Didik setelah keluar dari sekolah. Harapan itu sangat penting dan
sangat dibutuhkan oleh orang tua Peserta Didik, Pemerintah, Masyarakat, bahkan
oleh Peserta Didik itu sendiri yaitu sejauh mana Output sekolah itu memiliki kemampuan
Intelektual, Moral yang baik, dan Ketrampilan yang dapat berguna bagi diri
sendiri, Keluarga, masyarakat dan juga pemerintah.
Untuk
memenuhi harapan, orang tua dengan susah paya memasukkan anak-anaknya ke
sekolah sebagai upaya untuk membangun masa depan anak yang prospektif. Berbagai
upaya mereka lakukan agar harapan tersebut bisa terealisasi bahkan sejumlah
biaya mereka siapkan manakala mereka harus memenuhi persyaratan finansialnya.
Harapan orang tua agar anaknya masuk sekolah di sekolah yang bermutu,
memperoleh Ilmu Pengetahuan dan Ketrampilan yang memadai. Sehingga ketika
keluar dari sekolah mempunyai bekal yang cukup untuk mrngimplementasikannya.
Profil sekolah bagaimanakah yang
mendapat kepercayaan dari masyarakat member label sekolah bermutu ?. Untuk
menjawab pertanyaan ini penjabarannya cukup kompleks. Disatu sisi ada sejumlah
sekolah yang sudah memiliki label paten sebagai sekolah bermutu sehingga upaya
untuk membangun Animo masyarakat relative tidak sulit. Namun disisi lain bagi
Institusi sekolah yang sementara masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat,
terkesan sangat rumit untuk bisa mendapatkan predikat sebagai sekolah bermutu.
Secara sederhana untuk member label
apakah suatu sekolah dikatakan bermutu atau tidak sebenarnya dapat dilihat dari
Internal sekolahnya. Ujung tombak dari ketercapaian internal sekolah oleh suatu
sekolah menuju sekolah yang bermutu terletak pada sejauh mana Pemberdayaan
Guru, sejauh mana Guru termotivasi untuk semangat mengabdi, merasa nyaman
didalam lingkungan sekolah dan kerjanya, demikian pula seberapa besar pengakuan
atas Guru sebagai pribadi yang memiliki kemampuan yang luar biasa. Semua ini
dapat dicapai melalui pendekatan yang lebih ”Manusiawi”. Hal ini berlaku bagi
Peserta Didik dan Karyawan yang ada di sekolah.
Sekolah bermutu adalah sekolah yang
mampu mewujudkan Peserta Didik yang bermutu, yang sesuai dengan Tujuan
Pendidikan Nasional, yaitu Manusia yang cerdas, trampil, beriman dan bertaqwa
Kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki kepribadian yang baik. Target tersebut
dapat dicapai oleh sekolah mana saja, bisa yang berada di kota maupun yang
berada di daerah pinggiran kota bahkan di daerah terpencil.
Sejauh mana pembenaan dan sistem
pengendalian kedalam yang dilakukan oleh sekolah sangat menentukan pencapaian
target yang dimaksud. Perioritas utama yang sebaiknya ditujuh dalam sistem
pengendalian adalah factor manusia secara kelembagaan, dalam hal ini Tenaga
Pendidik (Guru) dan Tenaga Kependidikan (Karyawan). Karena bagaimanapun juga
tampa adanya Manusia yang andal akan disangsikan tingkat pencapaian
keberhasilannya.
Teraktualisasinya sebuah sistem kerja
yang professional akan sangat menentukan arah yang jelas menuju sekolah yang
bermutu. Ketika optimalisasi terhadap sumber daya yang dimiliki oleh suatu
sekolah diberdayakan maka bukan sesuatu yang mustahil sekolah tersebut bisa
memiliki internal sekolah yang Valuable (Bernilai). Adapun sumber daya yang
paling utama untuk diberdayakan adalah Sumber Daya Manusia (SDM) : Guru (Tenaga
Pengajar), Karyawan (TU), dan Peserta Didik.
Kaitannya dengan pemberdayaan SDM
seyogyanya harus diperhatikan segala sesuatu yang berhubungan dengan
sifat-sifat manusia, faktor kejiwaan, Kepuasan kerja, Kenyamanan kerja,
Mativasi, Inovasi, Kreatifitas, Loyalitas, Kestabilan jiwa, Cooperative,
Reward, Punishment, dan Optimisme. Optimism yang dimaksud adalah kesadaran
bahwa setiap individu yang berada di dalam sekolah masing-masing memiliki
potensi diri yang luar biasa. Setiap Guru adalah luar biasa, setiap Karyawan
adalah luar biasa, demikian pula Peserta Didik sesungguhnya tidak ada yang
bodoh, hanya ada foktor penyebabnya, yaitu (1). Metode pengajaran dari Guru
yang keliru. (2). Terbatasnya waktu/jam mengajar. (3). Tinggi rendahnya
prestasi yang diraih oleh Peserta Didik dikarenakan adanya perbedaan konsep
diri, yaitu Anak yang prestasinya baik sangat dimungkinkan karena dia sudah
menemukan konsep dirinya, sudah bisa menikmati nyamannya belajar, dan sudah
bisa mengatur waktu belajar dengan baik. (4). Sebaliknya, anak yang prestasinya
rendah dimungkinkan karena dia tidak menemukan konsep dirinya; sudah tidak bisa
mengatur waktu belajar dengan baik.
Untuk menemukan upaya pencapaian
sekolah bermutu, sekaligus menjawab secara detail pertanyaan awal tulisan ini.
Penulis merujukan pada pemikiran Edward Sallis, Sudarwan Damin (2006)
mengidentifikasi Ciri-ciri sekolah bermutu, yaitu: (1). Sekolah berfokus pada
pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal. (2). Sekolah berfokus pada
upaya untuk mencegah masalah yang muncul, dengan Komitmen untuk bekerja secara
benar dari awal. (3). Sekolah memiliki investasi pada sumber daya manusia
(SDM)nya, sehingga terhindar dari berbagai ”Kerusakan Psikologis” yang sangat
sulit memperbaikinya. (4). Sekolah memiliki strategi untuk mencapai Kualitas,
baik di tingkat Pimpinan, Tenaga akademis, maupun Tenaga Administratifnya. (5).
Sekolah mengelola atau memperlakukan keluhan sebagai umpan balik untuk mencapai
kualitas dan memposisikan kesalahan sebagai Instrumen (Alat) untuk berbuat
benar pada masa berikutnya. (6). Sekolah memiliki kebijakan dalam perencanaan
untuk mencapai Kualitas, baik untuk jangka pendek, jangka menengah, maupun
jangka panjang. (7). Sekolah mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan
semua orang sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya. (8).
Sekolah mendorong orang dipandang memiliki kreativitas, mampu menciptakan
Kualitas dan meransang yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas. (9).
Sekolah memperjelas peran dan tanggung jawab setiap orang, termasuk kejelasan
arah kerja secara vertical dan horizontal. (10). Sekolah memiliki strategi dan
criteria evaluasi yang jelas. (11). Sekolah memandang atau menempatkan kualitas
yang telah dicapai sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas layanan lebih
lanjut. (12). Sekolah memandang kualitas sebagai bagian integral dari budaya
kerja. (13). Sekolah menempatkan peningkatan kualitas secara terus menerus
sebagai suatu keharusan.
Agomagapuyee Jumat, 11 Juni 2014
By Herman Agapa, S.Ip
Tidak ada komentar:
Posting Komentar